Bhayangkaraglobalnews.com – JAKARTA | Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri hari ini, Senin (17/3/2025), telah menyelesaikan Sidang Kode Etik Profesi Polri terhadap AKBP FWLS , mantan Kapolres Ngada yang terlibat dalam kasus pelanggaran serius. Sidang berlangsung selama lebih dari tujuh jam, mulai pukul 10.30 hingga 17.45 WIB, di Ruang Sidang Divpropam Polri, Gedung TNCC Mabes Polri. Proses sidang turut diawasi oleh perwakilan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) , yakni Ibu Ida dan Chairul Anam , untuk memastikan transparansi dan keadilan.
Karopenmas Divhumas Polri , Brigjen Pol. Trunoyudo , dalam keterangan pers menyampaikan bahwa Polri didampingi oleh Kompolnas dalam mengawasi jalannya proses sidang ini.
“Kami dari Polri, hari ini didampingi oleh perwakilan Kompolnas, yakni Ibu Ida dan Chairul Anam, yang turut mengawasi perkembangan kasus ini, terutama terkait dengan AKBP FWLS, eks Kapolres Ngada,” ujar Brigjen Trunoyudo.
Hasil Sidang dan Pelanggaran Berat
Sidang dipimpin oleh Komisi Sidang Kode Etik , yang terdiri dari Inspektur Jenderal Polisi Dr. Andes Merisiam, M.Si. , Brigadir Jenderal Polisi Agus Wijayanto, S.H., S.K.M.H. , serta sejumlah anggota lainnya. Sidang melibatkan delapan saksi, termasuk tiga saksi yang hadir langsung dan lima saksi yang memberikan keterangan secara virtual.
Dalam hasil sidang, AKBP FWLS dinyatakan terbukti melakukan sejumlah pelanggaran berat, antara lain:
- Pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur
- Persetubuhan dengan anak di bawah umur
- Perzinahan tanpa ikatan pernikahan yang sah
- Penyalahgunaan narkoba
Selain itu, terduga pelanggar juga terbukti merekam, menyimpan, memposting, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Tindakan tersebut dinilai sangat merusak integritas institusi Polri dan mencoreng nama baik korps.
Sanksi Etik dan Administratif
Atas perbuatannya, sidang menjatuhkan sanksi etik berupa perilaku yang dinyatakan sebagai perbuatan tercela . Selain itu, sanksi administratif yang diberikan adalah:
- Penempatan di tempat khusus (patsus) selama tujuh hari, dari 7 hingga 13 Maret 2025 , di Ruang Patsus Biro Provos Divpropam Polri.
- Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai anggota Polri.
Namun, AKBP FWLS telah mengajukan banding atas putusan tersebut.
Menanggapi proses banding, Karowabprof Divpropam Polri , Brigjen Pol. Agus Wijayanto , menjelaskan bahwa pelanggar memiliki hak untuk mengajukan banding sesuai dengan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 .
“Setelah putusan, pelanggar memiliki hak untuk mengajukan banding sesuai dengan Perpol 7 Tahun 2022. Pelanggar telah mengajukan banding dan kini wajib menyerahkan memori banding,” ujar Brigjen Agus.
Proses Pidana dan Pengawasan Eksternal
Proses pidana terhadap AKBP FWLS kini ditangani oleh Polda NTT dan didukung oleh Bareskrim Polri . Saat ini, terduga pelanggar telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri .
Kasus ini mendapat pengawasan ketat dari berbagai pihak eksternal, termasuk:
- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)
- Kementerian Sosial
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Pengawasan ini bertujuan untuk memastikan jalannya proses hukum sesuai dengan prosedur dan memberikan keadilan bagi korban.
Reaksi Publik dan Harapan Institusi
Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan seorang perwira tinggi kepolisian yang seharusnya menjadi teladan dalam menjaga moralitas dan integritas. Banyak pihak berharap agar kasus ini dapat diusut tuntas dan menjadi pembelajaran bagi institusi Polri untuk meningkatkan pengawasan internal.
“Kami berharap kasus ini menjadi momentum bagi Polri untuk melakukan reformasi internal guna mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang,” ujar salah satu aktivis perlindungan anak.
Kejadian ini tidak hanya merugikan institusi Polri, tetapi juga menimbulkan trauma mendalam bagi korban, yang merupakan anak di bawah umur. Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan dapat memberikan pendampingan psikologis dan dukungan hukum kepada korban agar dapat pulih dari dampak kasus ini.
“Kami mendesak agar korban mendapatkan perlindungan maksimal dan keadilan yang sebenar-benarnya,” tambah aktivis tersebut.
Sumber: Divisi Humas Polri